Skip to content

gerakan sotoisasi sebagai duta pariwisata bangsa

Siapa yang tidak kenal soto? Makanan yang memiliki franchise (baca : berbagai macam dan jenis) di tiap daerah ini memang terkenal dengan cita rasa nya yang khas. Asal mula makanan ini pun masih simpang siur. Terlebih lagi dikarenakan soto ini memiliki design pattern yang berbeda di tiap jenis nya. sedang kemiripan satu satu nya adalah sama sama berkuah. Menurut buku karya Dennys Lombard (Nusa Jawa: Silang Budaya), disebutkan asal mula Soto adalah makanan Cina bernama Caudo, yang pertama kali populer di wilayah Semarang. Dari Caudo lambat laun menjadi Soto. Yah mungkin semacam nama wirobrajan yang merupakan asal kata dari wira dan braja.

Keanekaragaman pattern yang dimiliki secara tidak langsung telah membuat soto menjadi perwakilan dari daerah asal mereka. Sebagai contoh, soto betawi (tangkar) yang memakai kuah berbahan santan dan menggunakan tulang sapi, dikarenakan pada jaman dahulu di betawi sulit untuk mendapatkan daging sapi. Karena itu digunakan lah tulang sapi sebagai pengganti daging. Sedang bahan santan mengindikasikan bahwa di betawi dulu terdapat banyak sekali pohon kelapa. Karna itu betawi mendapat sebutan sunda kelapa.

Atau mengapa soto (coto) makasar lebih memiliki cita rasa rempah yang lebih di banding soto jogja (lenthok). Hal ini dikarenakan rempah rempah di daerah makasar lebih banyak, sedang di jogja yang berlimpah saat itu adala telo (yang digunakan sebagai bahan utama pembuat lenthok).

Penyajian masing-masing soto juga mempunyai cara berbeda. Soto dihidangkan dengan berbagai macam lauk, seperti telur ayam, daging ayam, daging sapi, daging kerbau. Dilengkapi dengan soun, kecambah, krupuk, perkedel, emping melinjo. Tak lengkap juga tanpa diberi sambal dan kecap. Soto biasanya dihidangkan dengan nasi, sesuai dengan kebiasaan Indonesia. Namun ada juga yang dihidangkan dengan menggunakan ketupat seperti Coto Makassar, dan memakai mie untuk Soto Mie Bogor.

Di jogja sendiri, sebagai kota yang memiliki banyak universitas dan pendatang dalam bentuk mahasiswa, memiliki andil dalam masuk nya berbagai macam soto dari luar jogja. Di sini dapat dengan mudah kita temukan warung yang menjajakan soto samarinda, coto makasar, soto betawi, soto pekalongan, soto banjar, dll dengan cita rasa jogja.

Mengapa saya katakan cita rasa jogja? karena meskipun banyak pendatang di jogja, namun sensus mengatakan bahwa sebagian besar penghuni jogja masihlah orang jogja itu sendiri. Dan apabila kita ingin membuka warung makan, dan mengharapkan orang jogja turut disertakan sebagai konsumen, maka mau tidak mau sang pemilik warung harus bisa mengkompromikan cita rasa masakan mereka dengan lidah orang jogja.

Proses asimilasi bumbu dan rempah ini jelas sangat berpengaruh terhadap soto itu sendiri sebagai duta yang membawa jati diri daerah asal nya. Tentunya akan lucu saat kita ditanya oleh orang tentang bagaimana rasa soto betawi, lalu kita menjawab “gurih gurih manis” hanya karena kita makan soto betawi nya saat kita di jogja. Karena mungkin saja soto betawi itu rasanya ndak seperti itu.

Jadi, sudahkah anda makan soto yang sebenar benar nya soto?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: